Bahas Masalah Dunia Usaha, Apindo Jabar Lakukan Pertemuan Bersama Gubernur Dedi Mulyadi 

KOTA BANDUNG – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat melakukan audiensi dengan Gubernur Jawa Barat, Bapak Dedi Mulyadi. Berbagai permasalahan dunia usaha, dibahas dalam pertemuan yang berlangsung di Gedung Pakuan tersebut.

Salah satunya terkait langkah strategis Gubernur Jabar dalam menjaga iklim usaha yang kondusif, khususnya terkait aspek keamanan berusaha. Di awal menjabat, Gubernur langsung menandatangani komitmen bersama Forkopimda Jabar terkait pemberantasan aksi premanisme, yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan satgas dan deklarasi “Jabar Manunggal” untuk menangani berbagai hambatan pembangunan, termasuk aksi premanisme yang mengganggu investasi, pungutan liar dalam proses rekrutmen tenaga kerja, serta berbagai praktik ilegal lainnya yang merugikan dunia usaha.

Ketua Apindo Jabar, Ning Wahyu juga menyoroti tantangan yang tengah dihadapi dunia usaha, salah satunya adalah pemberlakuan tarif impor oleh Amerika Serikat. Kebijakan ini diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap dinamika industri di Jawa Barat, mengingat AS merupakan negara tujuan ekspor terbesar bagi berbagai sektor unggulan di Jabar.

“Perubahan ini memerlukan adaptasi strategis dari pelaku usaha serta dukungan kebijakan dari pemerintah daerah agar daya saing industri Jabar tetap terjaga di tengah ketidakpastian global,” kata Ning, Rabu (15/4/2025).

Dalam pertemuan yang dihadiri seluruh pengurus Apindo Jabar, Ning juga menyoroti pentingnya kepastian hukum bagi dunia usaha, salah satunya dalam kebijakan pengupahan. Tidak konsistennya implementasi regulasi di Jabar, seperti yang terjadi pada penetapan Upah Minimum Sektoral Jawa Barat 2025, di mana SK yang telah diterbitkandipaksa untuk direvisi akibat dinamika dan adanya tekanan di lapangan.

“Ketidakpastian ini berisiko menimbulkan kekhawatiran dan ketidakpercayaan investor,” ucapnya.

Ning berharap agar polemik tahunan yang sudah berlangsung selama belasan tahun terkait pengupahan dapat segera diakhiri. Untuk itu, perlu hadirnya Pemerintah menjadi mediator dan penengah, karena bagaimanapun buruh itu merupakan aset.

“Saat ini Dewan Pengupahan tidak dapat berperan sebagaimana mestinya karena keputusan upah ditetapkan di luar forum resmi, seharusnya ditetapkan melalui musyawarah dalam Dewan Pengupahan yang di dalamnya ada Pengusaha, Pemerintah, Serikat Pekerja, dan Akademisi. Pentingnya mengembalikan marwah dan peran Dewan Pengupahan sebagai forum yang sah dan konstruktif,” papar Ning.

Selain itu, konflik hubungan industrial yang terjadi di perusahaan di Cirebon serta di Sukabumi, di mana perusahaan lebih memilih untuk menonaktifkan perusahaanya yang menyebabkan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan dan menimbulkan dampak sosial ekonomi yang luas akibat demo yang berkepanjangan sehingga membuat customer membatalkan pesanan.

“Kami berharap, di bawah kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi dapat tercipta hubungan industrial yang lebih harmonis di Jabar,” harapnya.

Dalam pertemuan itu, Apindo Jabar mengusulkan sejumlah inisiatif sinergi strategis antara dunia usaha dan pemerintah untuk meningkatkan ekonomi Jabar. Antara lain, mendorong pemakaian seragam batik khas Jabar di lingkungan pabrik pada hari tertentu sebagai upaya memperkuat UMKM sekaligus memperkokoh identitas budaya daerah, adanya revitalisasi rantai pasok bahan baku khususnya untuk industri garmen dan alas kaki di Jabar agar potensi lokal dapat dioptimalkan melalui kolaborasi dengan brand global.

“Kita juga mengusulkan sinergi antara sektor industri dan pariwisata melalui program wisata karyawan ke destinasi lokal, adanya integrasi sistem perpajakan agar kontribusi industri dibayarkan langsung di Jabar, hingga reformasi sistem rekrutmen tenaga kerja untuk menghapus praktik percaloan yang merugikan pencari kerja maupun perusahaan,” tutur Ning.

Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi langsung merespons terkait hubungan industrial antara perusahaan dengan pekerja dengan menyampaikan bahwa banyak persoalan justru bermula dari pola rekrutmen yang dilakukan oleh perusahaan itu sendiri.

Menurutnya, buruh yang kerap melakukan aksi demonstrasi sebagian besar berasal dari luar daerah, karena proses rekrutmen oleh HRD yang cenderung menarik tenaga kerja dari kampung halamannya.

Oleh karena itu, Gubernur Jabar menekankan pentingnya perbaikan sistem rekrutmen yang lebih berpihak pada warga lokal dan meminta kepada Apindo Jabar supaya perusahaan tidak lagi membuka lowongan kerja tanpa koordinasi. Cukup melapor ke Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan menggunakan aplikasi yang telah disiapkan oleh Pemprov. Tenaga kerja lokal akan diprioritaskan dan jika tidak tersediabaru dilakukan pencarian dari luar daerah.

Gubernur Jabar juga mengingatkan pentingnya tanggung jawab terhadap lingkungan. Dan menegaskan agar pelaku usaha tidak berdosa terhadap alam dengan tidak membuang limbah sembarangan ke sungai atau lingkungan sekitar.

Ia pun menekankan bahwa kerusakan alam akan menimbulkan dampak yang berbalik merugikan masyarakat dan dunia usaha itu sendiri. Oleh karena itu, Gubernur meminta seluruh pelaku industri untuk menjalankan pengelolaan limbah secara bertanggung jawab dan sesuai regulasi yang berlaku.

Dalam dialog tersebut, Gubernur Jabar juga mengajukan permintaan kepada Apindo Jabar mengenai kontribusi fiskal. Ia menyoroti bahwa banyak industri besar membayar pajak di Jakarta, sementara beban lingkungan, sosial, dan kemacetan ditanggung oleh Jabar.

Oleh karena itu, Gubernur Jabar mendorong perusahaan untuk memindahkan NPWP dan pusat administrasinya ke Jabar agar manfaat ekonominya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan yang memadai.

Gubernur Jabar juga menyinggung soal kendaraan operasional industri yang mayoritas menggunakan pelat dari luar Jabar. Ia mengimbau agar kendaraan operasional—mulai dari bus karyawan, kendaraan HRD, hingga mobil dinas—menggunakan pelat Jabar, sebagai bentuk nyata kepedulian terhadap daerah yang selama ini menerima dampak dari aktivitas industri.

Diakhir pertemuan Gubernur Jabar menegaskan bahwa pihaknya berkomunikasi dan mendorong agar seluruh inisiatif ini dapat berjalan. Namun, jika pengusaha tidak turut bergerak, maka upaya ini akan berat. Ia mengajak dunia usaha untuk menjadi mitra dan memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat Jabar.

“Pemprov sedang menyusun paket kebijakan strategis yang akan diluncurkan pada 18 April 2025 untuk menjaga keberlangsungan industri di Jabar. Ia optimis, kebijakan tersebut akan meningkatkan kemajuan dunia usaha di Jabar,” katanya.

Terkait pernyataan Gubernur tersebut, Apindo Jabar menyambut baik apa yang disampaikan dan menganggap bahwa  semua permintaan itu seperti perubahan NPWP agar pajak dibayarkan di Jabar, penggunaan pelat nomor kendaraan lokal, serta prioritas rekrutmen tenaga kerja dari warga lokal adalah permintaan yang valid dan logis.

Dan pada saat itu juga, Ketua APINDO Jabar di depan Gubernur langsung meminta komitmen para pengusaha yang hadir untuk turut serta mewujudkan harapan dari Gubernur Jabar. Dan dukungan terhadap sistem rekrutmen yang mengutamakan tenaga kerja lokal sertai akan bekerja sama dengan para pengusaha anggota untuk memetakan kebutuhan tenaga kerja dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan selanjutnya disampaikan ke Apindo Jabar.

Karenanya Ning menghimbau kepada seluruh perusahaan anggota menyampaikan kebutuhan dan spesifikasi tenaga kerja kepada Apiy Jabar, yang akan dikoordinasikan ke Dinas Tenaga Kerja Provinsi.

“Pada tahap awal operasional, perusahaan baru sering kali membutuhkan tenaga kerja berpengalaman untuk posisi kunci, sehingga sebagian didatangkan dari luar daerah yang sudah ready to use. Hal ini dilakukan agar operasional berjalan lancar, karena jika seluruh tim masih baru, terutama di area produksi, bisa menjadi kendala,” jelas Ning.

“Pengusaha sebenarnyatidak menginginkan untuk mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah, karena itu juga merupakan cost. Karenanya, tawaran Pemprov untuk menyiapkan tenaga kerja lokal melalui skema link and match menjadi solusi yang sangat tepat, agar perusahaan dapat memperoleh tenaga kerja lokal yang berkualitas dan siap pakai—ready to use worker,” tambahnya.

Terkait  agar perusahaan memindahkan NPWP-nya ke Jabar, Ning  menyatakan  dukungannya dan memahami bahwa jika pajak dibayarkan di Jabar,  dampaknya akan langsung dirasakan oleh masyarakat dan dunia usaha melalui pembangunan infrastruktur dan kemudahan-kemudahan lainnya.

“Kita siap berkolaborasi dengan Pemprov, dan bila diperlukan untuk duduk bersama dengan kantor pajak maka akan dilakukan. Namun,  implementasi kebijakan ini tidak sederhana karena seringkali daerah asal tidak ingin melepas sumber pajak yang selama ini mereka terima,” akunya.

Terkait imbauan penggunaan pelat kendaraan Jabar untuk kendaraan operasional perusahaan, Ning menegaskan dukungannya dan akan meminta  perusahaan-perusahaan anggota Apindo Jabar agar melakukan penyesuaian secara bertahap, sebagai bentuk kontribusi terhadap penerimaan daerah dan penghargaan atas peran Jabar sebagai daerah yang memfasilitasi aktivitas industri.

Sedangkan terkait  pengelolaan lingkungan, khususnya limbah, Ning mengakui bahwa  masih ada pengusaha yang membuang limbah secara sembarangan. Namun, banyak juga perusahaan, terutama yang memproduksi untuk merek internasional yang sangat ketat dalam memenuhi standar compliance dari para buyer, termasuk penerapan prinsip reduce, reuse, recycle.

“Sedikit saja sampah yang berceceran apalagi terdapat logo brand maka bisa memicu komplain serius. Jadi, tidak semua pabrik nakal, meskipun ada yang perlu dibina.  Pentingnya pengusaha untuk terus memperbaiki diri, apalagi pemerintah provinsi kini telah menyediakan fasilitas pengelolaan IPAL terpadu,” pungkas Ning. (PARNO)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *